Potensiometri (Kimia Instrumen)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagian besar metode analitik didasari pada
sifat-sifat elektrokimia larutan. Teknik analisis elektrokimia merupakan
salah satu analisis instrumental, disamping teknik analisis spektroskopi.
Sistem pengukuran dalam analisis elektrokimia didasarkan pada signal-signal
listrik yang timbul sebagai hasil interaksi antara materi dengan listrik baik,
berupa potensial maupun hantaran listrik. Beragam teknik analisis elektrokimia
telah banyak dipakai dalam laboratorium sebagai alat-alat instrumen dasar.
Berbagai metode elektroanalitik adalah potensiometri, voltametri, Coulometri,
Konduktometri, dan lain-lain.
Meskipun
beberapa teknik analisis secara elektrokimia dapat digunakan untuk memonitor
suatu molekul yang tidak bermuatan, namun umumnya teknik ini digunakan terhadap
spesies-spesies yang mengalami perubahan muatan yang biasanya dengan penambahan
atau pengurangan muatan dalam reaksi redoks. Pada system potensiometri biasanya
selalu melibatkan spesies atau ion yang bermuatan. Larutan-larutan yang
mengandung ion-ion akan menghantarkan listrik dan disebut larutan elektrolit
yang dapat dibagi menjadi dua yaitu larutan elektrolit nyala dan larutan
elektrolit potensial. Larutan elektrolit nyata adalah suatu senyawa-senyawa
ionik, seperti natrium klorida, apabila dilarutkan dalam air akan mengalami
perubahan menjadi ion-ion yang terlarut. Sedangkan larutan elektrolit potensial
adalah suatu molekul-molekul kovalen yang bereaksi dengan air membentuk
ion-ion. Untuk lebih mengetahui mengenai potensiometri maka penulis akan
membahas mengenai potensiometri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini
yaitu:
1. Apa
prinsip dasar potensiometri ?
2. Bagaimana
pertimbangan aktivitas dan konsentrasi ?
3. Bagaimana
waktu respon pada potensiometri ?
4. Apa
saja elemen-elemen potensiometri ?
5. Apa
saja metode potensiometri ?
C. Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahu dan memahami prinsip dasar potensiometri
2. Untuk
mengetahu dan memahami pertimbangan aktivitas dan konsentrasi
3. Untuk
mengetahu dan memahami waktu respon pada potensiometri
4. Untuk
mengetahu dan memahami elemen-elemen potensiometri
5. Untuk
mengetahu dan memahami metode potensiometri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip
Dasar Potensiometri
Potensiometri
merupakan suatu metode analisis kimia, sesuai nama yang diusulkan, yang melibatkan
pengukuran potensial dari suatu sel Galvani. Secara umum sel terdiri dari dua
buah setengah sel dan kita dapat menggunakan persamaan Nernst untuk menghitung
nilai potensial sel. Sebagai contoh dari suatu sel Galvani pada gambar 2.1 yang
dituliskan notasinya berikut ini.
Zn (s) │ Zn2+ (aq) ║ Cu2+ (aq) │ Cu (s)
Sebagaimana persamaan Nernst bahwa hubungan aktivitas dengan potensial adalah:
untuk setengah sel Cu2+/Cu
besarnya potensial dirumuskan:
karena aktivitas padatan
nilainya sama dengan satu maka persamaannya menjadi:
Dari persamaan tersebut
tampak jelas bahwa bahwa besarnya potensial sel sangat tergantung dari
aktivitas ion-ionnya. Oleh karena itu,
pengukuran potensial sel menjadi cukup penting dalam kimia analisis, umumnya kita ingin mengukur aktivitas
atau konsentrasi suatu zat tunggal, jarang untuk dua jenis zat atau lebih.
Untuk itu maka kita mengharapkan persamaan diatas yang mengandung ion tembaga
dan ion seng maka kalau kita ingin mengukur ion tembaga maka ion seng harus
diatur agar nilainya konstan. Apabila persamaan diatas kita tuliskan dalam
bentuk yang lain berikut:
Seperti yang sudah diketahui
bahwa besarnya Eo(Cu2+/Cu)
dan E (Zn2+/Zn) keduanya
konstan, maka dapat digabung menjadi E’
yang nilainya pasti konstan. Sehingga persamaannya menjadi:
Dengan persamaan ini maka
besarnya potensial hanya tergantung pada besarnya aktivitas ion tembaga.
B. Pertimbangan Aktivitas Dan Konsentrasi
Bagi para kimiawan analitik, ada masalah lain yang muncul berkaitan
dengan potensiometri langsung. Dalam beberapa konteks (misalnya penentuan
tetapan kesetimbangan termodinamik), aktivitas suatu spesies elektroaktif bisa
dipertimbangkan, tetapi dalam eksperimen analitik biasanya yang ingin kita
ketahui adalah konsentrasi. Jika komposisi larutan tidak semua ionnnya
dispesifikasi, mengkonversi aktivitas menjadi konsentrasi sulit dilakukan, dan
bahkan kemudian seorang mungkin tidak mampu menemukan dengan baik koefisien
aktifitas yang tepat untuk kondisi yang disebutkan. Para kimiawan analitik
seringkali mengambil sampel-sampel ditempat dimana mereka menemukannya, bukan
dimana mereka memiliki kesempatan termudah.
Masalah ini bisa diselesaikan melalui kalibrasi jika semua sampel yang
tidak diketahui memiliki komposisi kotor yang sama. Standar-standar disiapkan
dimana ion analit divariasikan tetapi semirip mungkin dengan analit-analit yang
tidak diketahui dalam semua hal. Pembacaan tegangan kemudian dikonversi ke
konsentrasi menggunakan grafik E vs
log C yang diplot dari hasil-hasil
pengukuran terhadap standar.(jelas hal ini tidak perlu dikerjakan secara
manual; komputer akan menemukan gradien dan titik potong grafik tersebut dan
menghitung nilai C yang tidak
diketahui tersebut yang sesuai dengan sembarang nilai E yang terukur).
Kadang-kadang, jika variasi komposisi terlalu besar dalam suatu rangkaian
sampel, analisis tersebut sebenarnya menciptakan matriks dengan menambahkan
beberapa zat terlarut dalam jumlah besar untuk mnghilangkan perbedaan tersebut.
C. Waktu Respon
Bagaimana kita mendifinisikan tentang
waktu respon. Elektroda selektif ion secara umum dapat merespon dengan cepat
terhadap perubahan konsentrasi analit dan secara tetap membaca keadaan analit
dalam beberapa detik dari awal merespon hingga terjadi perubahan konsentrasi.
IUPAC telah mendifinisikan waktu respon dengan cukup jelas yaitu:
Waktu respon adalah waktu yang diperlukan
untuk memperoleh nilai potensial sel sebesar 1 mvolt dari proses akhir
kesetimbangan potensial.
Hal-hal yang mempengaruhi waktu
respon antara lain:
1. Jenis membran
Elektroda dengan membran
padat dan elektroda gelas cenderung merespon dengan cepat daripada elektroda
membran cair dengan penukar ion ataupun alat sensor gas. Apabila dapat
dikatakan bahwa respon paling lambat dari suatu membran adalah dalam waktu
kurang lebih 30 detik setiap perubahan dari konsentrasi analit.
2. Besarnya perubahan konsentrasi
analit
Respon
elektroda relatif lama untuk perubahan konsentrasi analit yang besar.
3. Volume total larutan sampel dan
kecepatan pengadukan
Secara
umum volume yang sedikit dan pengadukan yang relatif cepat akan memperlambat
waktu respon.
4. Proses pengenceran
Jika elektroda
dipindahkan diantara 2 buah bekerglas yang mengandung ion yang sama tetapi
konsentrasinya berbeda, elektroda akan merespon dengan cepat. Hal ini karena
dalam kedua larutan tersebut ion-ionnya sudah homogen maka elektroda akan
merespon dari tempat satu ke tempat yang lain dengan cepat. Pada keadaan lain,
jika elektroda dicelupkan dalam larutan yang dalam bersamaan diencerkan dengan
penambahan pelarut maka responnya akan lebih lambat. Dalam hal ini sifat
homogenitas larutan sangat mempengaruhi waktu respon.
5. Ion-ion pengganggu secara umum
meningkatkan waktu respon
6. Temperatur
Seperti pada kebanyakan proses-proses kimia, waktu
respon akan berkurang dengan meningkatnya temperatur.
7. Keseluruhan keadaan diatas ditentukan oleh kemampuan
elektroda. Nilai emf yang ditunjukkan pada voltmeter juga berpengaruh pada
waktu respon. Oleh sebab itu kualitas instrumen pengukur emf sangat menentukan
waktu respon.
D. Elemen-Elemen
Potensiometri
Secara
umum teknik potensiometri menggunakan cara dan peralatan yang pada dasarnya
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Dari
skema pada gambar 2.2 tampak jelas bahwa apabila kita akan mengukur suatu
analit dalam larutan maka diperlukan suatu elektroda kerja yang spesifik dan
selektif. Besarnya potensial (emf) diukur dengan membandingkan dengan elektroda
pembanding. Besarnya emf ini dicatat dengan alat voltmeter atau potensiometer.
Beberapa hal penting yang
dalam pemilihan suatu elektroda untuk analisis spesies-spesies tertentu adalah:
1.Elektroda sebaiknya dapat merespon secara Nernstian besarnya aktivitas
spesies zat yang diukur.
2.Elektroda sebaiknya tidak merespon aktivitas spesies-spesies lain zat
yang ada bersama spesies yang diukur. Maka elektroda ini sifatnya spesifik.
3.Elektroda sebaiknya tidak bereaksi dengan spesies zat yang ada dalam
larutan. Maka elektroda ini disebut bersifat inert.
4.Permukaan elektroda sebaiknya tetap komposisinya (tidak berubah),
meskipun hanya dilewati arus yang kecil.
Sedikit elektroda yang memberikan hasil
yang tepat, sehingga perlu dipikirkan agar diperoleh nilai yang dapat diterima.
Problem yang umum adalah tentang kespesifikan. Banyak elektroda merespon yang
cukup tinggi dari suatu zat tertentu, tetapi juga merespon zat lain walaupun
sedikit. Keadaan ini masih bisa diterima dan kebanyakan elektroda bersifat
lebih selektif daripada sifat spesifiknya.
Elektroda yang
merespon ion secara spesifik sering disebut sebagai elektroda indikator dan
pemilihan serta penggunaan elektroda merupakan kunci keberhasilan dari sistem
potensiometri. Apabila suatu logam dapat merespon ion logam yang sejenis dalam
larutan, ini tidak cukup selektif karena juga
dapat merespon ion-ion logam lain.
1. Elektroda pembanding
Di
dalam beberapa penggunaan analisis elektrokimia, diperlukan suatu elektroda
dengan harga potensial setengah sel yang diketahui, konstan, dan sama sekali
tidak peka terhadap komposisi larutan yang sedang diselidiki. Suatu elektrode
yang memenuhi persyaratan diatas disebut elektrode pembanding (refference
electrode ). Ada dua jenis elektrode pembanding yang akan
diuraikan berikut ini.
a. Elektroda pembanding primer
Contoh
dari elektroda jenis ini adalah elektroda hidrogen standar. Elektroda ini
terbuat dari platina hitam agar penyerapan gas hidrogen pada permukaan
elektroda dapat terjadi secara maksimal, sehingga reaksi : H2 <====> 2 H+
+ 2 e
Dapat berlangsung dengan cepat
dan reversible. Potensial setengah sel
dari elektroda pembanding primer adalah nol volt. Elektroda standar
hidrogen jarang digunakan dalam proses analisis, tetapi hal ini penting karena
elektroda standart yang digunakan untuk menentukan standart potensial sel pada
standart setengah sel elektrokimia.
b. Elektroda pembanding
sekunder
Elektroda standart sekunder adalal
elektroda yang sering digunakan dan banyak terdapat di pasar,karena
penggunaannya yang lebih praktis. Tiga buah jenis garam yang
mempunyai kelarutan yang kecil yang sering dipakai sebagai bahan elektroda
pembanding adalah raksa (I) klorida (kalomel), perak klorida dan raksa (I)
sulfat. Secara detail akan dibahas dari masing-masing elektroda dari tida jenis
elektroda pembanding yang umum dipakai.
1) Elektroda kalomel
Elektroda
ini terbuat dari tabung gelas atau plastik dengan panjang ± 10 cm dan garis tengah 0,5 - 1 cm yang
dicelupkan ke dalam air raksa yang kontak dengan lapisan pasta Hg / HgCl2
yang terdapat pada tabung bagian dalam yang berisi campuran Hg, Hg2Cl2
dan KCl jenuh dan dihubungkan dengan larutan KCl jenuh melalui lubang kecil.
2) Elektroda perak
Elektroda
pembanding yang mirip dengan elektroda calomel,terdiri dari suatu elektroda
perak yang dicelupkan kedalam larutan KCI yang dijenuhkan dengan AgCI. Jika
dibandingkan dengan elektroda kalomel, elektroda perak lebih unggul dalam
temperatur yang tinggi. Namun, elektroda perak/perak klorida mempunyai
kecenderungan untuk bereaksi dengan larutan membentuk kompleks perak yang tidak
larut yang memungkinkan menyumbat jembatan garam yang menghubungkan
larutan dan elektroda.
3) Elektroda Raksa, Raksa (I) sulfat
Elektroda ini hampir sama dengan elektroda
kalomel jenuh. Elektroda ini notasi selnya dapat dituliskan sebagai berikut:
KCl (jenuh) → Hg2SO4
(jenuh) + Hg
dan reaksi elektroda yang terjadi adalah:
Hg2SO4 (s) + 2e<====>2 Hg (s) + SO42-
Besarnya nilai
potensial sel dari elektroda ini adalah + 0,412 volt dibandingkan dengan nilai
potensial elektroda hidrogen standar (ehs) pada temperatur 25oC.
Garam raksa (I)
sulfat mudah terhidrolisis dan endapan kuning dari garam dasarnya selalu kelihatan
pada elektroda ini. Keuntungannya, reaksi ini tidak mengganggu nilai potensial
elektroda pada temperatur normal.
2. Elektrode
Pembanding
Elektroda indikator (elektroda kerja)
adalah suatu elektroda yang potensial elektrodanya bervariasi terhadap
konsentrasi (aktivitas) analit yang diukur. Elektroda indikator dibagi menjadi dua kategori, yaitu : elektroda logam,
elektroda inert, dan elektroda membran. Elektroda
logam dapat dikelompokkan ke dalam elektroda jenis pertama (first kind), elektroda jenis kedua (second kind), elektroda jenis ketiga (third kind)
a) Elektroda Ion
Logam-Logam
Elektroda jenis pertama
Beberapa logam seperti perak, raksa, tembaga, kadmium, seng, dan timah
hitam dapat bertindak sebagai elektroda indikator terhadap ion-ion mereka.
Misalnya potensial elektroda tunggal untuk sepotong kawat perak yang dicelupkan
kedalam suatu larutan garam perak berubah-ubah menurut besarnya aktivitas ion
perak sesuai dengan persamaan Nernst:
Elektroda jenis pertama adalah elektroda yang langsung
berkeseimbangan dengan kation yang berasal dari logam tersebut .
Elektroda ini konstruksi dasarnya terdiri dari kawat perak, yang dilapisi
dengan lapisan tipis perak klorida yang dicelupkan dalam larutan KCl, yang
diberi beberapa tetes larutan perak nitrat. Larutan yang jenuh ini kemudian
akan berhubungan dengan AgCl. Larutan ini berfungsi sebagai larutan dalam (inner solution) dan sebagai garam
penghubung.
Elektroda jenis kedua
Elektroda jenis kedua adalah elektroda yang harga potensialnya bergantung
pada konsentrasi suatu anion yang dengan ion yang berasal dari elektroda
endapan suatu ion kompleks yang stabil.
Contoh elektroda perak
untuk halida, reaksinya dapat ditulis,
AgCl(s) <==>
Ag(s) + Cl
Elektroda jenis ketiga
Elektroda jenis ketiga adalah elektroda
logam yang harga potensialnya bergantung pada konsentrasi ion logam lain. Contoh, elektroda Hg dapatdigunakan untuk menentukan konsentrasi Ca2+
, Zn2+ ,atau Cd2+ yang terdapat dalam larutan.
b) Elektroda inert
Suatu logam inert, biasanya platina, juga
bekerja dengan baik sebagai elektroda indicator untuk beberapa pasangan redoks
seperti
Fe3+ + e Fe2+. Fungsi logamnya
semata-mata untuk membangkitkan kecenderungan atom tersebut dalam mengambil
atau melepaskan electron, logam itu sendiri tidak ikut serta secara nyata dalam
reaksi redoks, potensialnya merupakan fungsi Nersnt dari rasio aktivitas αFe2+/
αFe3+. Tentu saja, inert merupakan ukuran relatif, dan
platina tidak kebal dari serangan oksidator-oksidator kuat, terutama dalam
larutan di mana kompleksasi bias menstabilkan Pt (II) melalui pembentukan
spesies seperti PtBr42- (bandingkan Pt2+ + 2e Pt, E= +1,19 V, dengan PtBr42-
+ 2e Pt + 4Br, E= +0,58 V). Platina juga bisa
menimbukan masalah dengan dengan reduktor-reduktor sangat kuat; reduksi H+
(atom H2O) kadang-kadang berlangsung sedemikian lambat sehingga
analit-analit bisa direduksi lebih dahulu dalam larutan air tanpa interferensi
dari pelarutnya, tetapi karena H+ e = H2 dikatalisis
oleh platina, keuntungan kinetic ini mungkin hilang.
c) Elektroda Membran
Elektroda
membran telah digunakan dan dikembangakan cukup luas,karena dapat menentukan
ion tertentu. Elektroda membran biasa disebut dengan elektroda selektif ion (ion selective electrode). Elektroda
membran juga digunakan untuk
penentuan pH dengan mengukur perbedaan potensial antara larutan pembanding yang
keasamannya tetap dan larutan yang dianalisis.
1) Elektroda membran kaca
Komposisi
Elektroda Kaca.
Kualitas paling bagus
yang dijual dipasaran untuk elektroda membran kaca terbuat dari Corning 015,
sebuah kaca yang terdiri dari 22% Na20, 6% CaO,dan 72% SiO. Ketika
dicelupkan ke dalam larutan berair, maka pada bagian luar dari membran
akan terhidrat sampai 10nm sampai beberapa jam. Hasil hidrasi dari membran
menghasilkan muatan negatif, hal ini
merupakan bagian dari fungsi kerja membran silika. Ion natrium, yang mampu
bergerak menembus lapisan hidrat berfungsi sebagai ion penghitung. Ion
hidrogen dari larutan berdifusi kedalam membran dan membentuk ikatan yang
lebih kuat dengan membran sehingga mampu menggeser keberadaan ion Na+
yang mengakibatkan konsentrasi ion H+ meningkat pada membran . Elektroda
membran kaca sering dijual dalam bentuk kombinasi antara indikator dan
elektroda pembanding. Penggunaan satu elektroda sangat bermanfaat untuk
pengukuran pH.
Kelebihan Elektroda
Kaca.
Ø Larutan uji tidak terkontaminasi
Ø Zat-zat yang tidak mudah teroksidasi & tereduksi tidak
berinteferensi
Ø Elektroda ini bisa dibuat cukup kecil untuk disisipkan dalam
volume larutan yang sangat kecil.
Ø Tidak ada permukaan katalitis yang kehilangan aktivitasnya
oleh kontaminasi seperti platina pada elektroda hidrogen.
Keterbatasan Elektroda
Kaca.
yaitu pada kondisi pH yang sangat tinggi
(misal NaOH 0,1M dengan pH = 13) berakibat
:
Ø Spesifisitas
untuk H+ hilang
Ø Ketergatungan tegangan pH berkurang
Ø Potensial menjadi tergantung pada aNa+
2) Elektroda
membran padat
Elektroda
ini menggunakan polikristal yang terdiri dari satuan kristal garam anorganik.
Elektroda selektif ion polikristal ini dibentuk dari pelet tipis Ag2S
atau campuran dari Ag2S dan garam perak atau logam sulfida.
3) Elektroda membran cair
Elektroda
membran cair adalah suatu fasa cair spesifik yang dibatasi oleh suatu dinding
yang berpori inert. Cairan spesifik tersebut terdiri atas senyawa organik
dengan berat molekul yang tinggi,tidak larut dalam air dan memiliki struktur
yang memungkinkan terjadinya pertukaran ion antara ion bebas dalam larutan yang
diukur dengan ion-ion yang terletak pada pusat kedudukan molekul cairan
spesifik tersebut contoh: Na+ , K ,Ca2+ ,
4) Elektroda penunjuk gas
Elektroda
ini dirancang untuk mendeteksi konsentrasi gas yang terlarut dalam larutan
3. Voltmeter
merupakan alat ukur potensial listrik.
4. Larutan yang akan dianalisis
E. Metode Potensiometri
1. Potensiometrik Langsung
Pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas
ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan air.
a. Penentuan Potensiometrik pH
Sekarang kita uji dengan
singkat arti dari istilah pH yang diukur secara percobaan, dengan potensiometri
langsung. Di tahun 1909, sebelum konsep aktivitas dikembangkan, seorang ahli
biokimia Sorensen mendefinisikan pH dalam pengertian konsentrasi molar H+.
pH = - log [H+]
ini memberikan cara yang tepat untuk
menggungkapkan nilai [H+] utuk berbagai orde besarnya dan dari
persamaan Nernst, secara ekspisit linier dalam tegangan dari sel yang digunakan
untuk mengukur H+. di tahun 1924, menyadari bahwa potensial
elektroda mencerminkan aktivitas selain konsentrasi, beliau mendefinisikan kembali
pH:
pH = - log αH+
= - log [H+]fH+
dimana fH+ adalah koefisien aktivitas. Definisi ini
mewakili sudut pandang larutan elektrolit yang lebih canggih, tetapi pada waktu
yang sama menarik perhatian ke masalah pokok yang secara prinsip tidak dapat
dipecahkan: dalam istilah termodinamika aktivitas speies ion tunggal tidak
penting secara operasional dalam hal percobaan-percobaan yang dapat dilakukan.
pH suatu arutan yang berdasarkan pada definisi kedua Soresen adalah sebanding
dengan kerja yang mana αH+ dalah satu. Tetapi ini hanya
suatu percobaan pikiran. Sebenarnya tak ada cara lain untuk memindahkan kation
tanpa memindahkan anion, dan tak ada cara lain untuk memindahkan kation tanpa
memindahkan anion, dan tak ada cara termodinamika yang berlaku untuk memecahkan
seluruh kerja yang diukur menjadi kontribusi ion secara individu.
Satu-satunya jalan keluar adalah cara pragmatis yang secara teoritis
tidak setepat-tepatnya; pilih pada beberapa dasar (ukuran, kerapatan muatan,
panas hidrasi, fase bulan, kebijaksanaan yang muncul dalam mimpi, atau apa
saja) dua ion-ion tertentu, M+ dan X-, yang mana anda percaya
istilah kerja itu harus sama dan menetukan masing-masing ion tersebut satu
setengah kali kerja terukur. Kemudian perbandingan yang tepat (misalnya, penelitian
N+X- dan M+Y- ) akan menghasilkan perkiraan
aktivitas ion tunggal untuk spesies lain juga. Telah banyak perdebatan mengenai
pilihan M+ dan X- dan menegenai derajat ketidakpastian dalam
asumsi bahwa aktivitas mereka dalam suatu larutan MX adalah sama. Kebanyakan
orang sekarang Nampak agak puas dengan prosedur yang mengarah ke skala pH yang
praktis atau operasional yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional.
Mari kita kembali ke suatu sel utuk
mengukur pH dan menuliskan (untuk 25oC)
Es adalah tegangan teramati bila larutan ujinya
adalah penyangga standar yang pH-nya dalah Hs; Eu dan pHu
adalah nilai untuk larutan uji yang pH-nya tidak diketahui. Mengurangkan
persamaan (2) dan persamaan (1) memberikan
Sekarang ada dua masalah dalam menggunakan persamaan (3) untuk mengukur pH dari suatu larutan yang
tidak diketahui. Pertama, bila kita mengurangkan persamaan (2) dan persamaan
(1), kita berasumsi bahwa k adalah sama utuk kedua kasus dan dapat
dilihilangkan. Tetapi salah satu masalah yang muncul pada k adalah potensial
sambungan cair pada antarmuka antara larutan uji dan elektrolit dalam elektroda
referensi. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa ini tidak berubah bila kita
menggantikan penyangga standar dengan larutan yang tak diketahui tersebut ?
seperti dicatat sebelumnya, jika elektroda referensi mengandung KCl jenih, kita
berharap Ej itu kecil dan hampir konstan. Adalah meungkin bahwa
variasi k tidak jauh lebih besar dari sekitar 1 mV pada kondisi biasa, dengan ketidakpastian
sekitae 0,01 atau 0,002 pada skala pH. Maksud dari kondisi ‘biasa’ dalam
konteks ini adalah:
1. pH
itu tidak ekstrim, berada diantara 2 sampai 10
2. kekuatan
ion tidak terlalu tinggi-kurang dari 2 atau 3
3. tak ada ion
bermobilitas tertentu (misalnya, suatu ion organik yang sangat besar atau suatu
ion yang dihidrasi sangat besar seperti Li+) ada pada konsentrasi
yang cukup besar
4. supensi bermuatan dari
partikel-partikel berukuran makro atau koloid (misalnya, humus, tanah liat, resin
penukar ion) itu tak ada (tetapi pengukuran pada larutan dari makro molekul
seperti protein atau asam nukleat Nampak memberikan hasil yang wajar).
5. Nilai pH yang
diukur dekat permukaan bermuatan seperti pada sel-sel tersebut atau plak gigi
diduga atas dasar absolute, walaupun perubahan pada kondisi terkendali bias
berarti.
Masalah kedua dengan persamaan (3) adalah penetapan suatu nilai pH (pHs)
ke penyangga standar yang berhubugan dengan aktivitas ion tunggal, αHs.
Banyak perdebatan-perdebatan sekarang telah selesai, dan sebagian besar
peneliti percaya bahwa asumsi tentang koefisien aktivitas yang diputuskan oelh
National Bureau of Standards adalah bahw pHs = - log αH+
setepat mungkin dapat yag kita hasilkan pada saat ini. Pengujian konsistensi
internal diantara enam stanar pH yang berbeda mengusulkan bahwa ketidakpastian
dalam pH adalah sekitar ±0,006 satuan pH, yang akan seringkali sedikit lebih
kecil daripada ketidakpastian dari potensial persambungan cairan.
Akhirnya, apa arti semua ini bangi banyak pengguna pH meter ? pH praktis
seperti yang diukur tidak tepat sam dengan - log αH+ ; αH+ yang dihitung dari
suatu pengukuran pH biasanyan berbedaa-beda dari nilai sesugguhnya sebesar
sepersepuluh persen sampai beberapa persen, tergantung pada komposisi larutan
tersebut. Ketelitian dalam αH+ tidak lebih dari dua
decimal dalam nilai pH, baimanapun bagusnya voltmeter tersebut.
b. Kelebihan Metode
Potensiometrik
Kelebihan metode potensiometri mencakup
biaya yang rendah. voltmeter dan elektroda jauh lebih murah daripada intrumen
saintifik yang paling modern. Model-model yang cocok untuk potensiometrik
langsung dilapangan yang jauh dari laboratorium harganya tidak mahal, kompak,
kuat, dan pemakaiannya mudah. Potensiometri pada dasarnya bersifat
nondestruktif terhadap sampel dalam artian bahwa penyisipan elektroda tidak
mengubah komposisi larutan uji( kecuali untuk sedikit kebocoran elektrolit dan
elektroda acuan). Jika spesies yang direspons oleh elektroda indikator berpartisipasi
dalam kesetimbangan maka aktivitasnya diukur ketika ia hadir, tanpa mengganggu
kesetimbangan itu sendiri; dengan demikian potensiometri langsung sering kali
sangat bermanfaat untuk menetapkan tetapan kesetimbangan. Potensial-potensial
yang stabil sering diperoleh dengan cukup cepat, dan tegangan mudah
dicatatsebagai fungsi waktu. Dengan demikian potensiometri kadang-kadang
bermanfaat pemantauan yang kontinu dan tidak diawasi untuk sampel-sampel
seperti sumber air umum.
2. Titrasi Potensiometrik
a. Konsep
Dasar Titrasi Potensiometri
Analisis
sistem titrasi potensiometri pada prinsipnya menggabungkan antara pengukuran
potensial dan volume titran. Prinsip ini sangat berbeda dengan sistem
potensiometri lansung yang hanya dengan pengukuran potensial langsung.
Untuk
melakukan analisis secara titrasi potensiometri dapat menggunakan alat yang
sifatnya manual maupun dengan sistem rangkaian yang otomatis. Berikut ini
merupakan rangkaian alat titrasi potensiometri secara manual.
Dengan alat tersebut pada prinsipnya kita
akan mengukur potensial setiap penambahan sejumlah volume titran. Sistem
pengukuran potensial ini dapat dilakukan langsung maupun dengan sistem tidak
langsung. Kedua sistem ini secara detail akan diuraikan pada bagian ini.
Titrasi potensiometri seringkali mempunyai beberapa keunggulan daripada
metode potensiometri langsung.
1. Metode ini dapat untuk menentukan
konsentrasi suatu spesi dengan kecermatan lebih baik, khususnya pada
konsentrasi tinggi.
2. Data eksperimen lebih berhubungan
langsung dengan total konsentrasi zat yang ditentukan daripada metode
potensiometri langsung., dimana pengukuran emf sebagai fungsi aktivitas bebas
zat yang ditentukan dalam larutan dan hanya berhubungan dengan konsentrasi
total melalui pengontrolan kondisi yang seksama.
3. Metode ini mungkin lebih akurat untuk menentukan zat, yang adanya
spesi-spesi lain sering mengganggu pada pengukuran dengan elektroda, hal ini
karena zat penitrir bereaksi lebih selektif terhadap zat yang ditentukan.
4. Zat-zat yang tidak selektif terhadap elektroda, dapat ditentukan dengan
menitrasinya dengan menggunakan spesi-spesi yang bersifat elektroaktif terhadap
elektroda.
5. Secara umum lebih sedikit gangguan pada
hasil kestabilan slope kurva kalibrasi dan nilai potensial standar, dengan
demikian elektroda-elektroda yang tidak cocok untuk cara potensiometri langsung
dapat digunakan dengan metode titrasi potensiometri.
Titrasi
potensiometri mempunyai beberapa kelemahan.
1. Zat-zat lain walaupun tidak terespon oleh elektroda dapat mengganggu,
karena dapat bereaksi dengan zat penitrir.
2. Waktu yang diperlukan untuk analisis
lebih lama.
3. Metode ini tidak mungkin untuk analisis
zat dalam jumlah kecil (trace).
Ada beberapa cara untuk mengetahui titik
ekivalen, yang pada prinsipnya dengan membuat grafik hubungan antara variabel
potensial dan volume titran. Cara pertama adalah dengan membuat grafik hubungan
antara emf yang diukur dengan volume titran yang ditambahkan. Pola bentuk
grafiknya dapat dilihat pada gambar 5.2.a. Cara kedua adalah dengan membuat
grafik hubungan antara selisih potensial dibagi dengan selisih volume titran
(ΔE/ΔV) dengan volume titran. Pola bentuk grafiknya dapat dilihat pada gambar
5.2.b. Cara ketiga adalah dengan membuat grafik hubungan antara turunan kedua
hubungan potensial dan volume titran (Δ2E/ΔV2) dengan
volume titran. Pola bentuk grafiknya dapat dilihat pada gambar 5.2.c.
Metode lain dari titrasi potensiometri adalah dengan sistem pengukuran
tidak langsung. Sebagai contoh adalah untuk sistem yang melibatkan ion H+
sebagaimana dari rumusan:
E
(sel) = E*
+ 0,0591 log [H+]
Jika – log [H+] = pH, maka:
E
(sel) = Konstan -
0,0591 pH
Maka untuk sistem ini nilai E (potensial)
akan sebanding dengan pH larutan. Berdasarkan hubungan ini kita dapat menganti
pengukuran emf dengan pengukuran pH larutan pada sistem potensiometri tersebut.
Untuk memperjelas hal ini dapat dilihat pada contoh titrasi potensiometri
netralisasi asam asetat dengan larutan standar NaOH. Untuk sejumlah tertentu
larutan asam asetat dititrasi dengan NaOH. Setiap penambahan larutan NaOH pH
larutan diukur dengan pH meter.
Ada beberapa cara untuk mengetahui titik ekivalen, yang pada prinsipnya
dengan membuat grafik hubungan antara variabel pH larutan dan volume titran.
Cara pertama adalah dengan membuat grafik hubungan antara pH yang diukur dengan
volume titran yang ditambahkan. Pola bentuk grafiknya dapat dilihat pada gambar
5.3.a. Cara kedua adalah dengan membuat grafik hubungan antara selisih pH
dibagi dengan selisih volume titran (ΔpH/ΔV) dengan volume titran. Pola bentuk
grafiknya dapat dilihat pada gambar 5.3.b. Cara ketiga adalah dengan membuat
grafik hubungan antara turunan kedua hubungan pH dan volume titran (Δ2pH/ΔV2)
dengan volume titran. Pola bentuk grafiknya dapat dilihat pada gambar 5.3.c.
b. Jenis-jenis
Titrasi Potensiometri
1. Titrasi
Potensiometri Pengendapan
Elektroda penunjuk untuk titrasi pengendapan seringkali berupa logam
dari kation yang diukur. Elektroda membran utnuk kation atau anion tertentu
juga dapat digunakan. Kawat perak seringkali dipakai pada titrasi pengendapan.
Sedangkan perak nitrat merupakan reagen yang banyak digunakan untuk titrasi
pengendapan. Untuk keseimbangan reagen dan analit dengan konsentrasi 0,1 M atau
lebih besar elektroda kalomel jenuh dapat langsung dipakai tanpa menimbulkan
kesalahan akibat terjadinya pelucutan klorida dari garam penghubungnya.
Pelucutan ini dapat menimbulkan kesalahan yang berarti dalam titrasi dengan
konsentrasi larutan yang encer atau untuk mengehendaki presisi yang tinggi.
Untuk menghindari masalah ini selalu dilakukan perendaman elektroda kalomel
jenuh dengan larutan kalium nitrat.
2. Titrasi
Potensiometri Pembentukan Kompleks
Pada
titrasi potensiometri terhadap ion logam Mn+, biasanya menggunakan penitrer
senyawa pengompleks tertentu. Sebagai contoh yang umum digunakan senyawa
etilindiamintetraasetat (EDTA). Senyawa ini merupakan asam lemah poliprotik
yang dilambangkan sebagai H4Y. Adapun reaksi yang terjadi dengan ion logam
adalah sebagai berikut.
4 Mn+ + n H4Y
M4Yn
+ 4n H+
Adanya ion Mn+
dalam larutan ditentukan dengan sel potensiometri melalui pengukuran potensial.
Setiap penambahan larutan H4Y akan menggeser keseimbangan ke kanan dan jumlah Mn+
akan makin berkurang. Perubahan jumlah Mn+ yang makin kecil akan
menurunkan nilai potensialnya. Perubahan nilai potensial selama titrasi
terhadap kation Mn+ biasanya mengikuti pola grafik yang dapat
dilihat pada Gambar 5.4.
Berdasarkan Gambar 5.4
perubahan potensial dapat dibagi menjadi 3 bagian. Pada daerah A potensial
sedikit menurun hal ini karena berkurangnya jumlah Mn+ setiap
penambahan EDTA. Pada daerah B, hampir semua Mn+ bereaksi dengan
EDTA maka terjadi perubahan potensial yang mencolok.
Daerah ini disebut sebagai
daerah titik ekivalen. Sementara itu, daerah C jumlah Mn+ sudah
habis bereaksi dengan EDTA, maka potensialnya relatif konstan.
Penentuan saat titik ekivalen
dapat pula dilakukan dengan membuat grafik turunan pertama dan kedua dari data
perubahan potensial karena penambahan volume EDTA. Pola grafik turunan pertama
dan kedua ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Berdasarkan grafik tersebut
titik ekivalen terjadi pada grafik turunan pertama berupa puncak (peak), sedangkan pada grafik turunan
kedua titik ekivalen terjadi pada grafik persinggungan dengan nilai x = 0.
3. Titrasi
Potensiometri Netralisasi
Contoh
dasar titrasi potensiometri netralisasi telah diberikan dan bentuk dasar kurva
sebagai hubungan dengan pH larutan, serta profil titik ekivalennya. Dalam
banyak hal sistem netralisasi yaitu antara asam dan basa, baik kuat maupun
lemah banyak digunakan. Titrasi potensiometri netralisasi juga banyak dipakai
untuk analisis campuran asam maupun asam-asam poliprotik. Secara khusus metode
ini dapat dipakai untuk penentuan tetapan ionisasi asam lemah maupun basa
lemah.
Penentuan tetapan ionisasi asam/basa
Salah satu aplikasi titrasi potensiometri
netralisasi adalah untuk identifikasi asam lemah melalui penentuan tetapan
ionisasi dan masa molekulnya. Asam lemah monoprotik (HA) di dalam larutan
selalu berada dalam kesetimbangan dengan ion-ionnya (H3O+ dan A-).
HA + H2O ↔ H3O+ + A-
Dengan tetapan disosiasi (Ka):
Nilai Ka atau pKa sangat karakteristik
untuk asam-asam lemah sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah
asam lemah. Persaan di atas menunjukkan bahwa pKa akan sama dengan pH larutan
jika [HA] = [A-]. Keadaan ini terpenuhi pada titik tengah titrasi
penetralan asam lemah oleh basa kuat (volume titran = ½ volume titran pada
titik ekivalen, sehingga nilai pKa dari asam lemah yang dititrasi dapat
ditentukan dari pH larutan pada titik tengah titrasi tersebut.
Disosiasi asam lemah poliprotik di dalam
larutan melibatkan beberapa kesetimbangan. Oleh karena itu asam lemah
poliprotik memeiliki beberapa tetapan disosiasi (Ka1, Ka2 …dst) yang juga
sangat karakteristik untuk asam tersebut. Sebagai contoh asam diprotik memiliki
dua tetapan disosiasi Ka1 dan Ka2. Nilai Ka1 dari asam dapat ditentukan dengan
cara yang sama seperti pada asam lemah monoprotik di atas. Sementara nilai Ka2
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
pKa2 = 2 pHekv – pKa1
dimana pHekv adalah pH larutan pada titik
ekivalen pertama. Dengan mengetahui pH larutan pada titik tengah titrasi proton
pertama dan pH larutan pada titik ekivalen pertama maka nilai Ka1 dan Ka2 dapat
ditentukan.
Pada titrasi potensiometri nilai pH
larutan yang diperlukan untuk menentapkan nilai-nilai tetapan disosiasi asam
lemah tersebut dapat ditentukan langsung dari kurva titrasi asam-basa. Kurva
titrasi asam basa berbentuk sigmoid dapat dibuat dengan mudah melalui titrasi
potensiometri.
Titrasi potensiometri mencakup pengukuran
potensial sel (yang terdiri dari sebuah elektroda selektif dan sebuah elektroda
pembanding) sebagai fungsi volume titran. Karena selama titrasi asam-basa
konsentrasi ion hydrogen berubah sebagai fungsi volume titran maka pada titrasi
potensiometri yang akan dilakukan, elektroda selektif yang digunakan adalah
elektroda selektif hydrogen. Elektroda selektif ion hydrogen yang umum
digunakan adalah elektroda gelas. Potensial elektroda gelas merupakan fungsi
linier dari pH, sehingga potensial sel yang diukur juga merupakan fungsi linier
dari pH larutan.
Esel = K – 0,059 pH
Pada pengukuran ini pH larutan langsung
dapat dibaca pada pH-meter. Untuk keperluan tersebut pH-meter harus dikalibrasi
terlebih dahulu dengan menggunakan dua buah larutan buffer yang memiliki nilai pH
yang diketahui dengan pasti. Melalui proses kalibrasi, pH meter akan menentukan
nilai K dan slope (0,059 pada 25 oC) secara otomatis sehingga pada
pengukuran, potensial yang terbaca langsung diubah menjadi nilai pH larutan.
4. Titrasi Potensiometri
Reaksi Redoks
Suatu elektroda kerja inert yang terbuat dari platina umumnya dipakai
untuk menentukan titik ekivalen reaksi redoks. Meskipun logam-logam inert lain
seperti perak, paladium, emas dan merkuri juga dapat digunakan. Bentuk dan profil
kurva titrasi sama seperti halnya umumnya titrasi potensiometri dan demikian
juga dalam penentuan titik akhir titrasi dan perhitungan konsentrasi analit.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis
Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia.
Penerbit UI Press. Jakarta.
Suyanta. 2013. Potensiometri.
Penerbit UNY Press. Yogyakarta.
sesungguhnya postingan ini masih belum sempurna. mohon kritik dan sarannya :)
BalasHapusKak bisa sebutkan jenis-jenis instrumen analisis dan jelaskan dalam teknik membran,terima kasih
BalasHapus