Laporan Praktikum Kimia Anorganik 1 PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari hari, senyawa kimia meliputi kehidupan kita baik
yang organik maupun anorganik. Senyawa anorganik umumnya terdapat dari beberapa
penggabungan unsur dan membentuk karakteristik yang unik dan memiliki berbagai
warna bergantung dari ligan yang terikat pada atom pusatnya. Hal initentu saja
sangat membingungkan karena kita tidak dapat melihat unsur atau ligan tetapi
dapat mengamati dari warna dan karakteristik lainnya yang terlihat pada mata
terbuka.
Senyawa
kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan
reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang
berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga
dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat.
Banyak
sintesis senyawa kompleks yang telah dilakukan menghasilkan senyawa antara
sebagai katalis yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia. Salah satu
senyawa yang dapat digunakan dalam sintesis kompleks adalah ligan yang berasal
dari basa Schiff, dimana senyawa kompleks yang terbebtuk merupakan salah satu
senyawa antara yang dapat digunakan untuk bermacam penerapan ilmu, seperti
dalam ilmu biologi, klinik dan analitik. Kerja dan aktivitas obat menunjukkan
kenaikan setelah dijadikan logam-logam transisi terkhelat yang ternyata lebih
baik daripada hanya menggunakan senyawa organik.
Dalam beberapa
hal kompleks tidak memberikan reaksi dalam larutan karakteristik ion logam atau
ligan tidak kompleks tetapi stabilitas
termodinamik
dan kinetik bervariasi sehingga hal ini bukan merupakan kriteria pembentukan
senyawa koordinasi.
Ion kompleks
terdiri atas ion logam pusat dikelilingi anion-anion atau molekul-molekul
membentuk ikatan koordinasi. Ion logam pusat disebut ion pusat atau atom pusat.
Anion atau molekul yang mengelilingi ion pusat disebut ligan. Ion pusat
merupakan ion unsur transisi, dapat menerima pasangan elektron bebas dari
ligan. Pengaruh ligan ini dapat membentuk warna pada ion kompleks. Oleh karena
itu, kita akan mempelajari bagaimana pengaruh ligan ini dalam warna ion
kompleks.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya percobaaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh ligan terhadap
warna ion kompleks melalui percobaan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat
menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam
lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah
asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron (misalnya NH3 melalui atom N) disebut ligan
unidentat. Ligan ini mungkin merupakan anion monoatomik (tetapi bukan atom
netral) seperti ion halida, anion poliatomik seperti NO2-, molekul
sederhana seperti NH3 atau molekul kompleks seperti
piridin C5H5N (Petrucci, 1987)
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom
pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda,
berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan
mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan
orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan
energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua
kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital
(dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih
tinggi, dan 2) Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g
dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini
menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan
warna kompleks
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang
terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni ikatan kovalen koordinasi
antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai
senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen
koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron
yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama
berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau
anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa
koordinasi yang berada di pusat
(bagian
tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam
Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan
atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang
berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa lewis(Chang,2004).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banayk
digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau
molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat era dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relative komponen-komponen ini
dalam kompleks yang stabil Nampak mengikuti stokiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkum konsep valensi yang klasik.
Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang
menunjukan jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu
atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruang yang terbuka
sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi yang
masing-masing dapat dihuni satu ligan (monidendrat). Pembentukan kompleks dalam
analisis organic kualitatif sering terlihat dipakai untuk pemisahan atau
isentifikasi. Salah satu fenomena yang paling umu yang muncul bila ion kompleks
terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan (Vogel, 1979).
Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat
menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam
lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah
asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron (misalnya
NH3 melalui atom N) disebut ligan unidentat. Ligan ini mungkin merupakan anion
monoatomik (tetapi bukan atom netral) seperti ion halida, anion poliatomik
seperti NO2-, molekul sederhana seperti NH3 atau molekul kompleks seperti
piridin C5H5N (Petrucci, 1987).
BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas ukur 50 ml,
gelas ukur 10 ml, gelas kimia 100 ml, spatula, tabung reaksi besar, rak tabung
reaksi, dan pipet tetes. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah senyawa
kobalt yang larut dalam air, amonia 3 M, larutan KSCN 1M, larutan KCN 1M,
larutan CuSO4, larutan NaCl 1 M, larutan Oksalat 1 M, dan aquades.
3.2 Diagram Alir
Atom pusat merupakan logam yang bersifat sebagai asam lewis. Adapun diagram
dalam percobaan ini sebagai berikut:
|
- Dimasukkan 3 g senyawa kobalt yag larut dalam
air
- Dilarutkan kedalam 50 ml aquades
|
- Disiapkan sebanyak 5 buah
- Diisi dengan 5 ml larutan
kobalt
- Masing-masing tabung
ditetesi dengan 1 jenis larutan ligan
|
BAB IV PEMBAHASAN
Atom
pusat merupakan logam yang bersifat sebagai asam lewis. Sedangkan ligan, berasal
dari bahasa latin yakni “ligare” yang berarti “untuk
mengikat”.Pengertian ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang
elektron atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa lewis yang
dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa
kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral. Jika suatu logam
transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka
akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi
sebagai atom pusat. Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh
yang bersifat asam lewis yang
dapat menerima pasangan elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan pada
senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat
disumbangkan pada atom logam.Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan
kovalen yang mana pemakaian bersama elektron didonorkan dari salah satu atom
pembentuknya yakni ligan (basa lewis) ke atom pusat (asam lewis).
Di antara
ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah :
1. kekuatan basa
dari ligan itu,
2. sifat-sifat
penyepitan (jika ada), dan
3. efek-efek
sterik (ruang).
Keinertan atau
kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum
berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari
berbagai unsur, yaitu diantaranya :
1. Unsur
grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.
2. Dengan kekecualian
Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk
kompleks-kompleks labil.
3. Unsur transisi
baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.
Ligan pada
senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat
disumbangkan pada atom logam.
1. Ligan
Monodentat
Ligan yang
terkoordinasi ke atom logam melalui satu atom saja disebut ligan monodentat,
misalnya F-, Cl-, H2O dan CO [2].
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor
elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F-, Cl-,
Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH,
dan OH-.
Jika ligan
tersebut terkoordinasi pada logam melalui dua atom disebut ligan bidentat.Ligan
ini terkenal diantara ligan polidentat. Ligan bidentat yang netral termasuk
diantaranya anion diamin, difosfin, dieter.
3. Ligan Polidentat (Senyawa
Kelat)
Ligan yang
telah dibahas sebelumnya, seperti NH3 dan Cl– dinamakan
ligan monodentat (bahasa Latin: satu gigi). Ligan-ligan ini memiliki atom donor
tunggal yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Beberapa ligan dapat
memiliki dua atau lebih atom donor yang dapat dikoordinasikan dengan ion logam
sehingga dapat mengisi dua atau lebih orbital d ion logam. Ligan seperti itu
dinamakan ligan polidentat (bahasa Latin: bergigi banyak).
Oleh karena
ligan polidentat dapat mencengkeram ion logam dengan dua atau lebih atom donor,
ligan polidentat juga dikenal sebagai zat pengkelat. Contoh ligan polidentat
seperti etilendiamin (disingkat en) dengan rumus struktur pada Gambar 2a.
Ligan en
memiliki dua atom nitrogen, masing-masing dengan sepasang elektron bebas yang
siap didonorkan. Atom-atom donor ini harus saling berjauhan agar keduanya dapat
mengkoordinasi ion logam membentuk kompleks dengan posisi berdampingan.
Zat pengkelat
seperti EDTA pada Gambar 2c sering digunakan dalam analisis kimia, terutama
dalam menentukan kadar ion kalsium dalam air. Ion EDTA4– memiliki
enam atom donor (4 dari gugus COO–, 2 dari atom N). Dengan
EDTA, tingkat kesadahan air dapat diukur. Dalam bidang kedokteran zat pengkelat
sering digunakan untuk mengeluarkan ion logam, seperti Hg2+, Pb2+,
dan Cd2+. Dalam sistem tubuh terdapat zat pengkelat, seperti
mioglobin dan oksihemoglobin.
Teori mengenai
ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar tahun 1930. Sampai
dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
a. Teori
Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)
Teori ini
dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931.
Teori ini menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam
merupakan ikatan kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang
disumbangkan oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang
telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis
hibridisasi orbital menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang
terbentuk. Pembentukan ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau
sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang
memberikan PEB.
Hibridisasi
|
Geometris
|
Contoh
|
sp2
|
Trigonal
planar
|
[HgI3]-
|
sp3
|
Tetrahedral
|
[Zn(NH3)4]2+
|
d2sp3
|
Oktahedral
|
[Fe(CN)6]3-
|
dsp2
|
Bujur
sangkar/ segi empat planar
|
[Ni(CN)4]2-
|
dsp3
|
Bipiramida
trigonal
|
[Fe(CO)5]2+
|
sp3d2
|
Oktahedral
|
[FeF6]3-
|
Pembentukan
ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan
orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui
overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang
berisi pasangan elektron bebas.
Pada
hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan
hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan
adalah orbitald yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang
berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital
luar, atauouter orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang
dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang
berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam
atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih
stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam
pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang
terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbitald yang
berada di dalam orbital s dan p diperlukan
energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
Contoh :
[Ni(CO)4];
memiliki struktur geometris tetrahedral
Ni28 :
[Ar] 3d8 4s2
: [Ar] 3d8 4s2 4p0
Elektron
pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan
dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.
b. Teori
Medan Kristal (Crystal Field Theory)
Teori ini
mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan Vleck (1931 – 1935), dan mulai
berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini merupakan usaha untuk menjelaskan
hal-hal yang menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.
Dalam Teori
Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam dengan
ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari
kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat
oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan
bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas
(PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi netral/tidak bermuatan,
maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan listrik pada
logam akan saling mempengaruhi dengan medan listrik ligan.
Dalam Teori
Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :
- ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
- tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan
- orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan
c. Teori
Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)
Teori Medan
Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi antara ligan dan
logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini dapat
menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa kompleks
dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan kemungkinan
terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini ternyat bertentangan dengan
fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa kelemahan dari Teori
Medan Kristal adalah sebagai berikut :
1. Sejumlah
senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks [Ni(CO)4]
tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam dengan ligan,
sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks merupakan
suatu ikatan kovalen
2. Urutan ligan
dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan berdasarkan pada keadaan
elektrostatik
3. Bukti
dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron menunjukkan
keberadaan densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal ini
mengindikasikan adanya pembagian elektron bersama, sehingga dapat diasumsikan
terjadi kovalensi dalam kompleks
Teori Orbital
Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam
Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan
orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai
kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan orbital atom yang
dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat dipelajari dengan
menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital(LCAO).
Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan
orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti
ikatan).
Senyawa
kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi,
yakni ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan
(gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami
pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan
kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan
elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi
bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan
ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah)
sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis,
umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau
gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada
di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai
basa Lewis.
Senyawa kompleks
pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3.
Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang
masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu
berlalu sekitar 100 tahun.
Tata nama
senyawa kompleks disusun berdasarkan aturan Alfred erner, pakar Kimia Swiss
yang sudah bekerja meneliti senyawa kompleks lebih dari 60 tahun. Aturan
penamaannya adalah sebagai berikut.
1. Tata nama untuk ligan bermuatan negatif ditambah akhiran
–o, contoh:
1. Ligan
|
2. Nama
|
3. Ligan
|
4. Nama
|
5. F-
|
6. Fluoro
|
7. NO3–
|
8. Nitrato
|
9. Cl-
|
10. Kloro
|
11. OH–
|
12. Hidrokso
|
13. Br-
|
14. Bromo
|
15. O2–
|
16. Okso
|
17. I-
|
18. Iodo
|
19. NH2–
|
20. Amido
|
21. CN-
|
22. Siano
|
23. C2O4–
|
24. Oksalato
|
25. NO2-
|
26. Nitro
|
27. CO32–
|
28. Karbonato
|
29. ONO-
|
30. Nitrito
|
1.
Tata nama
untuk ligan netral digunakan nama molekulnya, kecuali empat ligan yang sudah
dikenal umum, seperti a ua (H2O), amina (NH3), karbonil
(CO), dan nitrosil (NO).
2. Nama ligan diurut menurut alfabetis (urutan ligan adalah
pertama nama ligan negatif, nama ligan netral, dan nama ligan positif).
3. Jika lebih dari satu ligan yang sama digunakan kata depan
di– (dua), tri– (tiga), tetra– (empat), dan seterusnya.
4. Jika nama ligan dimulai dengan huruf vokal untuk ligan
polidentat, penomoran menggunakan awalan bis– (dua), tris– (tiga), dan
tetrakis–(empat).
5. Nama ligan dituliskan terlebih dahulu diikuti nama
atom pusat.
6. Jika kompleks suatu kation atau molekul netral,
nama atom pusat dituliskan sama seperti nama unsur dan diikuti oleh angka
romawi dalam kurung yang menunjukkan bilangan oksidasinya.
7. Jika kompleks suatu anion, penulisan nama dimulai
dari kation diikuti nama anion.
8. Jika kompleks suatu anion, akhiran –at ditambahkan
kepada nama induk logam, diikuti angka romawi yang menyatakan bilangan oksidasi
logam.
Contoh ion
kompleks berupa kation:
[Co(NH3)6]Cl3 →
heksaaminkobalt(III) klorida
[Pt(NH3)4Cl2]2+ →
ion tetraamindikloroplatina(IV)
[Co(NH3)6]Cl3 →
heksaaminkobalt(III) klorida
Contoh ion
kompleks yang netral:
[Pt(NH3)2Cl4]
→ diamintetrakloroplatina(IV)
[Co(NH3)3(NO2)3]
→ triamintrinitrokobalt(III)
[Ni(H2NCH2CH2NH2)2Cl2]
→ diklorobis(etilendiamin)nikel(II)
Contoh ion
kompleks berupa anion:
K3[Co(NO2)6]
→ kalium heksanitrokobaltat(III)
[PtCl6]2– →
ion heksakloroplatinat(IV)
Na2[SnCl6]
→ natrium heksaklorostanat(IV)
Senyawa
koordinasi terdiri dari ion kompleks dan ion lain untuk menetralkan muatannya
(ion counter). Ion kompleks terdiri dari atom pusat (logam atau transisi) yang
berikatan dengan ion lain yang disebut ligan. Contoh senyawa kompleks:
[Co(NH 3 )6]CI 3 →
[Co(NH 3 )6]3+ + 3CI –
Bentuk
geometri: oktrahedral.
[Co(NH 3 )6]3+ sebagai
ion kompleks yang bermuatan positif.
CI – sebagai
ion penetralnya atau ion counter.
·Senyawa
kompleks bereaksi seperti elektrolit dalam air, kedua ion memisah.
·Ion kompleks
bereaksi seperti ion poliatomik, atom pusat dan ligannya tetap berikatan.
Penulisan
Senawa kompleks:
1. Kation ditulis
sebelum anion.
2. Muatan kation
seimbang dengan anion.
2. Ion kompleks ditulis dalam tanda kurung besar, ligan
netral ditulis sebelum ligan anion.
Kation
kompleks mempunyai ion pusat negatif.
Contoh: [Co(NH3)4Cl]CI
Ion counter:
Cl-
Ion kompleks:
[Co(NH3)4Cl2]+ (kation
kompleks)
Muatan Co:
(ion
pusat bermuatan negatif)
Anion kompleks
mempunyai ion pusat positif.
Contoh: K2[Co(NH3)CI 4]
Ion counter: K+
Ion kompleks:
[Co(NH3)CI4]2- (anion kompleks)
Muatan Co:
(ion pusat bermuatan positif)
Tata Nama Senyawa Kompleks
1.
Kation ditulis
sebelum anion.
2.
Dalam ion
kompleks ligan diberi nama urut abjad, sebelum ion logam.
3.
Ligan netral
menggunakan nama molekul, ligan anion diberi akhiran –ida atau –o.
4.
Awalan numerik
menunjukkan jumah ligan, tidak mempengaruhi urutan nama.\
5.
Iom logam
ditulis dengan bilangan oksidasi di dalam kurung, jika memunyai lebih dari satu
bilangan oksidasi.
Pada anion
kompleks ion logam diberi akhiran –ate.
Contoh:
K[Pt(NH3)CI5]
diberi nama “Potassium Amminepemachloroplatinate(IV)
Ion kompleks
adalah senyawa ionik, di mana kation dari logam transisi berikatan dengan dua
atau lebih anion atau molekul netral. Dalam ion kompleks, kation logam unsur
transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom
pusat dinamakan ligan (Latin: ligare, artinya mengikat). Menurut teori
asam-basa Lewis, ion logam transisi menyediakan orbital d yang kosong sehingga
berperan sebagai asam Lewis (akseptor pasangan elektron bebas) dan ion atau
molekul netral yang memiliki pasangan elektron bebas untuk didonorkan berperan
sebagai basa Lewis. Contoh ion kompleks adalah [Fe(H2O)6]3+.
Atom Fe bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.
Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul H2O (netral), atom
Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui
hibridisasi d2sp3. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.Konfigurasi
dari ion Fe3+:
Oleh karena
memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3,
yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam
orbital d2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan
elektron bebas dari atom O dalam molekul H2O.
Molekul atau
ion yang bertindak sebagai ligan, yang terikat pada atom pusat,
sekurang-kurangnya harus memiliki satu pasang elektron valensi yang tidak
digunakan, misalnya Cl–, CN–, H2O, dan NH3
Pada pembentukan
ion kompleks, ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan
yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi.
Penulisan rumus kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan
tanda kurung siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri
atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–,
dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks
dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda
dengan atom pusat atau ligan pembentuknya. Misalnya, pada ion kompleks Fe(SCN)2+,
ion SCN– tidak berwarna dan ion Fe3+ berwarna
cokelat. Ketika kedua spesi itu bereaksi membentuk ion kompleks, [Fe(SCN)6]3– warnanya
menjadi merah darah. Pembentukan kompleks juga dapat mengubah sifat-sifat ion
logam, seperti sifat reduksi atau sifat oksidasi. Contohnya, Ag+ dapat
direduksi oleh air dengan potensial reduksi standar:
Ag+(aq) + e– →
Ag(s) Eo = +0,799 V
Namun ion
[Ag(CN)2]– tidak dapat direduksi oleh air sebab ion
Ag+ sudah dikoordinasi oleh ion CN– menjadi
stabil dalam bilangan oksidasi +1.
[Ag(CN)2]–(aq)
+ e– → Ag(s) Eo = –0,31 V
BAB V KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil
pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Senyawa
kompleks adalah senyawa yang terdiri dari suatu ion atau atom pusat (biasanya
ion logam transisi) dan beberapa anion atau molekul netral yang terikat
langsung pada ion atau atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi.
2. Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan
atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan
ligan
3. Berdasarkan
jenis ikatannya ligan dikelompokan menjadi ikatan valensi, medan kristal, dan
orbital molekul
4. Ikatan
yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi
5. Jenis
ligan dapat dikelompokkan menjadi ligan monodentat,ligan bidentat, ligan
tridentat, dan ligan polidentat
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar.
Jakarta. Erlangga.
Hala S. Saad El-Dein, Ali Usama F.
2008. Production and Partial Purification of Cellulase Complex by
Aspergillus niger and A. nidulans Grown on Water Hyacinth Blend. Journal of
Applied Sciences Research, 4(7): 875-891.
Petrucci, H. Ralph dan Suminar. 1987. Kimia
Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Vogel.1979. Analisis Anorganik
Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT.Kalman Mdia Pustaka.
Komentar
Posting Komentar